Sabtu, 02 April 2011

Evaluasi Pendidikan

KEGAGALAN GURU DALAM MELAKUKAN EVALUASI


Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.

Khusus untuk mata pelajaran matematika hampir semua guru telah melaksanakan evaluasi di akhir proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun hasil yang diperoleh kadang-kadang kurang memuaskan. Kadang-kadang hasil yang dicapai dibawah standar atau di bawah rata-rata.

Pada mata pelajaran yang lainnya kadang dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.

Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan dengan materi pelajaran itu.
Cara mana yang akan digunakan oleh guru untuk evaluasi tidak usah dipermasalahkan, yang jelas setiap guru yang paham dengan tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penialaian tersebut.
Karena ada juga guru yang tidak mengiraukan tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum.

Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan, banyak guru yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran. Hal ini tentu ada faktor penyebabnya dan apakah cara untuk mengatasinya.
Penulisan makalah kritikan ini bertujuan untuk mengkritik kegagalan persekolah oleh guru dalam melakukan evaluasi di akhir pelajaran. Mencari faktor penyebabnya dan cara untuk mengatasinya.
Dalam makalah kritikan ini pembatasan masalahnya adalah :
- Kondisi permasalahan evaluasi di akhir pelajaran dipersekolahan pada saat ini
- Telaah teori/pendapat ahli
- Kegagalan pelaksanaan evaluasi di akhir pelajaran
- Kesimpulan kritikan dan saran
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman dalam bukunya (Menjadi Guru Profesional hal 11) menyatakan bahwa :Tujuan penilaian adalah :
1. Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan
2. Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
3. Untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan
4. Untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelompok/kelas
5. Untuk mengaklasifikasikan seorang siswa apakah termasuk dalam kelompok yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya.
Dan menurut buku Mengukur Hasil Belajar (hal 72-74) yang di susun oleh Drs. Azhari Zakri menyatakan evaluasi bermanfaat bagi guru untuk :
1. Mengukur kompetensi atau kapabalitas siswa, apakah mereka telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan.
2. Menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan sehingga dapat menentukan tindakan perbaikan yang cocok yang dapat diadakan
3. Memutuskan ranking siswa, dalam hal kesuksesan mereka mencapai tujuan yang telah disepakati.
4. Memberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi mengajar yang digunakan.

5. Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pengajaran dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.
6. Memberikan umpan balik kepada kita informasi bagi pengontrolan tentang sesuai tidaknya pengorganisasian belajar dan sumber belajar.
7. Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tersebut.
Atas dasar ini, faktor yang paling penting dalam evaluasi itu bukan pada pemberian angka. Melainkan sebagai dasar feed back (catu balik). Catu balik itu sendiri sangat penting dalam rangka revisi. Sebab proses belajar mengajar itu kontinyu, karenanya perlu selalu melakukan penyempurnaan dalam rangkan mengoptimalkan pencapaian tujuan.

Bila evaluasi merupakan catu balik sebagai dasar memperbaiki sistem pengajaran, sesungguhnya pelaksanaan evaluasi harus bersifat kontinyu. Setiap kali dilaksanakan proses pangajaran, harus dievaluasi (formatif). Sebaliknya bila evaluasi hanya dilaksanakan di akhir suatu program (sumatif) catu balik tidak banyak berarti, sebab telah banyak proses terlampaui tanpa revisi.
Oleh karena itu, agar evaluasi memberi manfaat yang besar terhadap sistem pengajaran hendaknya dilaksanakan setiap kali proses belajar mengajar untuk suatu topik tertentu. Namun demikian evaluasi sumatif pun perlu dilaksanakan untuk pengembangan sistem yang lebih luas.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang di atas, masih ada pendapat lain dari manfaat evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Noehi Nasution dalam bukunya Materi Poko Psikologi Pendidikan hal 167, menjelaskan bahwa kegiatan penilaian tidak hanya untuk mengisi raport anak didik, tetapi juga untuk :
1. Menseleksi anak didik
2. Menjuruskan anak didi
3. Mengarahkan anak didik kepada kegiatan yang lebih sesuai denganpotensi yang dimilikinya
4. Membantu orang tua untuk menentukan hal yang paling baik untuk anaknya, untuk membina dan untuk mempersiapkan dirinya untuk masa depan yang lebih baik.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang telah diikemukakan oleh para ahli di atas, yang penting dengan mengadakan evaluasi sebagai guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangannya dalan menyampaikan materi pelajaran. Sehingga ia dapat menata kembali atau menggunakan strategi baru dalam proses pembelajaran sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Di dalam telaah teori dan berdasarkan pendapat para ahli, telah mencantumkan tujuan serta manfaat evaluasi di akhir pelajaran. Selain menilai hasil belajar murid, evaluasi juga menilai hasil mengajar guru dengan kata lain, guru dapat menilai dirinya sendiri dimana kekurangan dan kelemahannya dalam mengajar, sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Jika dalam suatu kegiatan belajar, tujuan sudah diidentifikasi, biasanya dapat disusun suatu ters atau ujian yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai atau tidak. Mager pernah mengatakan bahwa jika kita mempelajari dengan teliti semua tahap yang telah dibicarakan sampai saat ini, maka siswa sudah harus dapat melakukan apa yang telah direncanakan untuk mereka lakukan. Hasil dari penialaian dapat mendorong guru untuk memperbaiki keterampilan profesional mereka, dan juga membantu mereka mendapat pasilitas serta sumber belajar yang lebih baik.

Di dalam suatu tes belajar, sebagian besar nilai berdistribusi normal (yakni beberapa murid hasilnya baik, beberapa buruk, tetapi sebagian besar menunjukkan rata-rata). Dalam ter kriteria, sebagian tes berada di bagian atas. Hal ini lumrah, karena jika seorang guru memberikan tujuan yang berjumlah 10, misalnya, maka ia akan kecewa jika para siswa hanya merealisasikan 50% saja.
Tes dan ujian yang mengukur pencapaian tujuan, belum mendapat perhatian yang serius oleh guru dan instruktur, kecuali akhir-akhir ini. Program pendidikan dan latihan sebelum ini telah dianggap sudah berhasil tanpa perlu ada evaluasi. Sikap ini disebabkan oleh empat kesulitan utama yakni :
1. Tidak adanya kerangka konseptual yang sesuai bagi evaluasi.
2. Kurangnya ketepatan dalam perumusan tujuan dalam pendidikan
3. Kesulitan yang meliputi pengukuran pendidikan
4. Sifat program pendidikan itu sendiri.
Namun dengan adanya investasi besar-besaran dalam pendidikan, telah dirasakan kebutuhan akan suatu bentuk evaluasi.
Evaluasi dapat mengambil dua macam bentuk :
1. Ia dapat menilai cara mengajar seorang guru (dengan mengukur variabel-variabel seperti suatu kebiasaan-kebiasaan, humor, kepribadian, penggunaan papan tulis, teknik bertanya, aktivitas kelas, alat bantu audiovisual, strategi mengajar dan lain-lain.

2. Ia dapat menilai hasil belajar (yakni pencapaian tujuan belajar.
Selama ini guru mengadakan penilaian hanya untuk mencari angka atau nilai untuk anak didik. Apabila anak banyak memperoleh nilai dibawah 6 (enam), maka guru menganggap bahwa anak didiklah yang gagal dalam menyerap materi pelajaran atau materi pelajaran terlalu berat, sehingga sukar dipahami oleh anak. Kalau anak yang memperoleh nilai dibawah 6 mencapai 50% dari jumlah anak, hal ini sudah merupakan kegagalan guru dalam melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran.
Apa penyebab hal ini bisa terjadi ?
1. Guru kurang menguasi materi pelajaran. Sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mareka kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
2. Guru kurang menguasai kelas, Guru yang kurang mampu menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.

3. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar. Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
4. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari anak didik.
5. Guru menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran. Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
6. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,. Waktu untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidak pernah telat.

7. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.

8. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih senior dan profesional guna menambah wawasannya.
9. Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa yang dimaksud oleh guru.
10. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum. Guru jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap materi pelajaran tersebut


Administrasi Pendidikan

KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR DAN SUPERVISOR PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kepala sekolah merupakan personil sekolah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan-kegiatan sekolah. Ia mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya dengan dasar pancasila dan bertujuan untuk :
  • Meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
  • Meningkatkan kecerdasan dan keterampilan
  • Mempertinggi budi pekerti
  • Memperkuat kepribadian
  • Mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air
Fungsi kepala sekolah adalah :
  1. Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan sekolah
  2. Pengatur tata kerja (mengorganisasi) sekolah, yang mencakup :
·         Mengatur pembagian tugas dan wewenang
·         Mengatur petugas pelaksana
·         Menyelenggarakan kegiatan (mengkoordinasi)

BAB II
PEMBAHASAN
1. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan
  1. Pengertian kepemimpinan Pendidikan
            Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari sekelompok itu yaitu tujuan bersama. Pengertian umum kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu.
            Menurut Drs. S.P. Sagian M.P.A. (dalam bukunya filsafat administrasi) menyatakan: “Kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak daripada semua sumber, dan alat-alat (resources) tersebut bagi suatu organisasi”.[1]
            Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru  dapat mengajar dan murid-murid dapat belajar dengan baik. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggungjawab ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga guru-guru bertambah dalam menjalankan tugas-tugas  pengajaran dan dalam membimbing pertumbuhan murid-murid. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala menghadapi tanggungjawab yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan memadai. Banyaknya tanggungjawab kepala sekolah memerlukan pembantu. [2] 
           
B. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
            Kepala sekolah sebagai yang bertanggungjawab di sekolah mempunyai kewajiban men-“jalan”-kan sekolahnya. Ia selalu berusaha agar segala sesuatu di sekolahnya berjalan lancar, misalnya:
- Murid-murid dapat belajar pada waktunya.
- Guru-gurunya siap untuk memberikan pelajaran.
- Waktu untuk mengajar dan belajar agar teratur.
- Fasilitas dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam kegiatan belajar-mengajar ini,         harus tersedia dan dalam keadaan yang membantu kegiatan belajar-mengajar.
- Keuangan yang diperlukan dalam keseluruhan proses belajar-mengajar harus       diusahakan dan digunakan dengan sebaik-baiknya.
            Dengan singkat dapat dirumuskan bahwa kepala sekolah harus berusaha agar semua potensi yang ada di sekolahnya, baik potensi yang ada pada unsur manusia maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, agar tujuan sekolah dapat tercapai dengan sebaik-baiknya pula. Jadi kepala sekolah adalah administrator dalam pendidikan.
            Demikian istilah sehari-hari terdapat kata-kata supervise, yang diartikan dengan kepengawasan, dan juga inpeksi yang diartikan dengan penilaian. Sedangkan supervise adalah mengawasi untuk mengumpulkan berbagai data, dan kemudian data-data itu dipergunakan sebagai bahan pengolahan untuk menemukan masalah-masalah, dan kesulitn-kesulitan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk mencari jalan kearah perbaiakn dan peningkatan. Sebagai supervisor dalam pendidikan (misalnya kepala sekolah) mempunyai tanggungjawab yang lebih berat daripada supervisor di bidang lain (misalnya: direktur pengawas taknik, kepala bagian dan sebagainya).
            Seorang kepala sekolah dalam pengetahuan teknis dan ijazah banyak guru-guru yang setaraf, bahkan mungkin ada yang melebihi kepala. Guru-guru pada umummnya sudah mempunyai pengalaman dan keahlian profesional; dan dalam social ekonomi banyak guru-guru yang setaraf, seorang kepala sekolah lebih berat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin. Lancar tidaknya suatu sekolah dan tinggi rendahnya mutu sekolah tidak ditentukan oleh jumlah guru dan kecakapan-kecakapannya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh cara kepala sekolah mlaksanakan kpemimpinan di sekolahnya. Begitu pula untuk melaksanakan supervise, untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolahnya, bukanlah yang menentukan hanya factor guru-gurunya saja, tetapi cara bagaimana memanfaatkan kesanggupan guru-gurunya itu, dan bagaimana kpala sekolah dapat mengikutsertakan semua potensi yang ada dalam kelompoknya semaksimal mungkin. Mngikutsertakan dan memanfaatkan anggota-anggota kelompoknya itu, tidak data dengan cara yang otoriter ia akan mempunyai sikap “lebih”, sehingga tidak dapat menimbulkan rasa tanggungjawab yang sebaik-baiknya.[3]

C. Peran Kepala Sekolah dalam Proses Administartif
            Pertama, Kepala sekolah harus berkomunikasi dengan orang-orang, dengan kelompok-kelompok kecil dan besar dalam situasi di dalam maupun di luar organisasi. Kedua, Lagi pula ia harus mempengaruhi tujuan-tujuan dan membuat keputusan-keputusan dalam situasi sekolah dan masyarakat dua-duanya. Selain itu, Ketiga, ia harus mengarahkan perhatian terhadap pemeliharaan dan peningkatan semangat, jika organisasi hendak berfungsi efektivitas sepenuhnya. Akhirnya, kepala sekolah harus memulai dan membimbing perubahan bagi perbaikan usaha pendidikan secara kontinu.[4]
           
D.Tugas Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
            Supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi/syarat-syarat yng esensial yang  akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Melihat pengertian tersebut, maka tugas kepala sekolah sebagai supervisor berarti bahwa ia harus meneliti, mencari dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya.[5]
            Beberapa hal yang merupakan tugas kepala sekolah yang merupakan teknik supervisi kepala sekolah sebagai supervisor dalam rangka pembinaan kurikulum sekolah antara lain :
1)      Kepala sekolah hendaknya dapat membimbing para guru untuk dapat meneliti dan memilih bahan-bahan ajar yang sesuai dengan perkembangan anak dan tuntutan kehidupan dalam masyarakat.
2)      Membimbing dan mengawasi guru-guru agar mereka pandai memilih metode-metode mengajar yang baik dan melaksanakan metode itu sesuai dengan bahan pelajaran dan kemampuan anak.
3)      Menyelenggarakan rapat-rapat dewan guru secara insidentil maupun periodik, yang khusus untuk membicarakan kurikulum, metode mengajar, dan sebagainya.
4)      Mengadakan kunjungan kelas yang teratur.
5)      Mengadakan saling kunjungan kelas antara guru.
6)      Setiap permulaan tahun ajaran, guru diwajibkan menyusun silabus mata pelajaran yang akan diajarkan, dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku di sekolah itu.
7)      Setiap akhir tahun ajaran masing-masing guru mengadakan penilaian cara dan hasil, kerjanya dengan meneliti kembali hal-hal yang pernah diajarkan, untuk selanjutnya mengadakan perbaikan-perbaikan dalam tahun ajaran berikutnya.
8)      Setiap akhir tahun ajaran mengadakan penelitian bersama guru-guru mengenai situasi dan kondisi sekolah pada umumnya dan berusaha memperbaikinya.[6]


`               1.Hendiyat Soetopo, Wusty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta: PT     Bina Aksara,1988)h. 1-2.
[2] Hendiyat Soetopo, Wusty Soemanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Jakarta: PT      Bina Aksara,1988)h. 19.

[3]  Daryanto, Administrasi pendidikan, (Jakarta: Rineka, 2008)h 180-182
[4] Otebg Sutisna, Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profsional, (Bandung: Angkasa, 1989)h. 399.
[5] Daryanto, Administrasi pendidikan, (Jakarta: Rineka, 2008)h 84.
[6] Daryato, Administrasi pendidikan, (Jakarta: Rineka, 2008)h 89-90.

Pengembangan Kurikulum


Komponen-komponen Kurikulum (Visi, Misi dan Tujuan)
Suatu proses belajar mengajar (PBM) dapat berjalan efektif jika seluruh komponen yang berpengaruh dalam PBM saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan. Kurikulum disusun oleh Satuan Pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di madrasah/sekolah. Madrash sebagai unit penyelenggara pendidikan juga harus memperhatikan  perkembangan dan tantangan masa depan. Perkembangan dan tantangan itu misalnya menyangkut :
a)      perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
b)      globalisasi yang memungkinkan sangat cepatnya arus perubahan dan mobilitas antar sektor serta tempat,
c)      era informasi,
d)     pengaruh globalisasi terhadap perubahan prilaku dan moral manusia,
e)      berubahnya kesadaran masyarakat dan orang tua terhadap pendidikan, dan
f)       era perdagangan bebas.
Tantangan sekaligus peluang itu arus direspon oleh madrasah, sehingga visi madrasah diharapkan sesuai deangan arah perkembangan trsebut. Visi merpakan citra  moral yang menggambarkan profil madrasah yang diinginkan dimasa datang. Namun demikian, visi madrasah masih tetap dalam koridor.
A.    VISI
Visi merupakan pandangan jauh kedepan, atau keyakinan bersama seluruh komponen madrasah akan keadaan masa depan yang diinginkan. Visi harus diungkapkan kalimat yang jelas, positif, menantang, mengandung partisipasi dan menunjukkan tentang gambaran masa yang akan datang. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi oleh keimanan dan nilai-nilai ketaqwaan.
Cara menyusu visi
         TAHAP 1 : HASIL BELAJAR SISWA
            (apa yg hrs dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah).

         TAHAP 2 : SUASANA PEMBELAJARAN
(suasana pembelajaran seperti apa yg dikehendaki untuk mencapai hasil belajar itu)
         TAHAP 3 : SUASANA SEKOLAH
(suasana sekolah – sebagai lembaga/organisasi pembelajaran – seperti apa yg diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi siswa)
 Visi Pendidikan
         Berorientasi ke depan
         Dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah
         Merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan
         Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna
         Dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya.
         Berbasis nilai
         Membumi (kontekstual)

B.     MISI
Misi merupakan jabaran dari Visi kedalam kegiatan-kegiatan atau program-program yang harus dilakukan untuk menjadikan lembaga atau madrasah yang unggul.
Misi Sekolah
1.  Mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar
2.  Meningkatkan kedisiplinan dalam berbagai aspek
3.  Melaksanakan norma-norma agama dalam kehidupan sehari-hari
4.  Mendidik dan membimbing siswa dalam meningkatkan hasil belajar
5.  Menumbuhkembangkan rasa kepedulian sosial terhadap masyarakat
6.  Memajukan kegiatan eksta kulikuler.
Misi Kurikulum
- Mewujudkan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
- Mewujudkan pengembangan SDM pendidikan
- Selalu berpegang teguh pada norma-norma ke-Agamaan

C.    TUJUAN
Kurikulum dalam suatu sekolah mengandung salah satu komponen dasar yaitu komponen tujuan. Bagi orang yang berkepentingan dan berurusan dengan pendidikan dapat mengemukakan pendapatnya tentang tujuan pendidikan yang diharapkan dicapai oleh anak didiknya, baik dari orang tua, masyarakat pemakai lulusan maupun sampai pemerintah.
Tujuan pendidikan itu dinyatakan dalam berbagai rumusan, ada rumusan pendidikan yang tidak resmi seperti yang dikemukakan oleh orang tua dan masyarakat pemakai lulusan dan ada juga rumusan tujuan resmi seperti yang tertulis dalam GBHN, kurikulum sekolah atau dalam persiapan mengajar para guru.
Pengkajian terhadap rumusan-rumusan tujuan pendidikan itu akan menunjukan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan itu tidak berdiri secara mandiri.
Perntaan ini berarti bahwa tujuan pendidikan yang satu selalu berhubungan dengan tujuan pendidikan yang lain. Bila diurutkan tata tingkat tujuan pendidikan itu sebagai berikut :
a.       Tujuan pendidikan nasional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tataran nasional. Dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai warga negara berkepribadian nasional yang bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air.
b.      Tujuan institusional yaitu yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan, dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu dididik lebih lanjut menjadi tenaga professional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu.
c.       Tujuan kurikulum yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat tataran mata pelajaran atau bidang studi, dalam usaha pencapaiannya dapat berwujud sebagai siswa yang menguasai disiplinmata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari.
d.      Tujuan instruksional yaitu tujuan yang ingi dicapai pada tingkat tataran pengajaran yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan berketerampilan teknologinya secara bertahap. Pada dasarnya tujuan ini merupakan perincian lebih lanjut dari tujuan
Contoh beberapa tujuan pendidikan disekolah :
a.       Terselenggaranya proses KBM yang aktif, efektif, inovatif dan menyenangkan.
b.      Tercapainya peningkatan kwalitas penuntasan  belajar dan bimbingan yang memenuhi standar nasional.
c.       Tercapainya peningkatan nilai  rata-rata hasil Ujian Akhir Semester Berstandar Nasional (UASBN)/Ujian Nasional (UN) pada setiap mata pelajaran  ( 7,00 ).
d.      Terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan yang kontributif  bagi pengembangan pendidikan dan pembelajaran yang bertaraf nasional.
e.       Tercapainya peningkatan penguasaan dan pengamalan IMTAQ dalam keseharian disertai penguasaan  ketrampilan dasar IMTEK, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.
f.       Tercapainya peningkatan prestasi akademik dan non akademik kejenjang nasional.
g.      Terciptanya sistem yang memungkinkan terjadinya pengembangan prestasi, kompetensi dan kualifikasi guru yang berstandar nasional.
h.      Terselenggaranya peningkatan mutu kelembagaan dan manajemen sehingga terbangun kemandirian madrasah/sekolah dalam pelayanan administrasi, serta efektifitas sistem monitoring, evaluasi dan supervisi,
i.        Terwujudnya penngkatan partisipasi masyarakat  secara optimal hingga terpenuhinya standar pembiayaan dengan cara mengakses berbagai momentum untuk kepentingan madrasah/sekolah,
j.        Terwujudnya sistem penerimaan siswa baru yang konsisten dengan pengembangan Madrasah Berstandar Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
PUSAT KURIKULKUM BALITBANG DEPDIKNAS
Ladjid, H. Hafni. Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat : Quantum Teaching. 2005